Cari Blog Ini

Laman

Sabtu, 24 April 2010

kesenian sintren

KEHIDUPAN rakyat pesisiran selalu memiliki tradisi yang kuat dan mengakar. Pada hakikatnya tradisi tersebut bermula dari keyakinan rakyat setempat terhadap nilai-nilai luhur nenek moyang, atau bahkan bisa jadi bermula dari kebiasaan atau permainan rakyat biasa yang kemudian menjadi tradisi yang luhur.

Mungkin orang-orang yang dulu hidup di wilayah pesisiran tidak akan mengira kalau tradisi tersebut hingga kini menjadi mahluk langka bernama kebudayaan, yang banyak dicari orang untuk sekedar dijadikan obyek penelitian dan maksud maksud tertentu lainnya yang tentu saja akan beraneka ragam.

Salah satu tradisi lama rakyat pesisiran adalah Sintren. Kesenian ini kini menjadi sebuah pertunjukan langka bahkan di daerah kelahiran Sintren sendiri. Sintren dalam perkembangannya kini, paling-paling hanya dapat dinikmati setiap tahun sekali pada upacara-upacara kelautan selain nadran, atau pada hajatan-hajatan orang gedean.

Sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an, nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun katanya sintren adalah nama penari yang masih gadis yang menjadi staring dalam pertunjukan ini.

asal mula lahinrya sintren adalah kebiasaan kaum ibu dan putra-putrinya yang tengah menunggu suami/ayah mereka pulang dari mencari ikan di laut. ”Ketimbang sore-sore tidur, kaum nelayan yang ndak pergi nangkap ikan, ya mendingan bikin permainan yang menarik,”

Permainan sintren itu terus dilakukan hampir tiap sore dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka, maka lama-kelamaan Sintren berubah menjadi sebuah permainan sakral menunggu para nelayan pulang. Hingga kini malah Sintren menjadi sebuah warisan budaya yang luhur yang perlu dilestarikan.

Pada perkembangan selanjutnya, sintren dimainkan oleh para nelayan keliling kampung untuk manggung dimana saja, dan ternyata dari hasil keliling tersebut mereka mendapatkan uang saweran yang cukup lumayan. Dari semula hanya untuk menambah uang dapur, Sintren menjadi obyek mencari nafkah hidup

Harus gadis.

Kesenian Sintren (akhirnya bukan lagi permainan), terdiri dari para juru kawih/sinden yang diiringi dengan beberapa gamelan seperti buyung, sebuah alat musik pukul yang menyerupai gentong terbuat dari tanah liat, rebana, dan waditra lainya seperti , kendang, gong, dan kecrek.

Sebelum dimulai, para juru kawih memulai dengan lagu-lagu yang dimaksudkan untuk mengundang penonton. Syairnya begini :

Tambak tambak pawon
Isie dandang kukusan
Ari kebul-kebul wong nontone pada kumpul.

Syair tersebut dilantunkan secara berulang-ulang sampai penonton benar-benar berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan Sintren. Begitu penonton sudah banyak, juru kawih mulai melantunkan syair berikutnya,

Kembang trate
Dituku disebrang kana
Kartini dirante
Kang rante aran mang rana

Di tengah-tengah kawih diatas, muncullah Sintren yang masih muda belia. Konon menurut Ny. Juju. Seorang sintren haruslah seorang gadis, kalau Sintren dimainkan oleh wanita yang sudah bersuami, maka pertunjukan dianggap kurang pas, dalam hal ini Ny. Juju enggan lebih jauh menjelaskan kurang pas yang dimaksud semacam apa. ”Pokoknya harus yang masih perawan,” katanya menegaskan.

Kemudian sintren diikat dengan tali tambang mulai leher hingga kaki, sehingga secara syariat, tidak mungkin Sintren dapat melepaskan ikatan tersebut dalam waktu cepat. Lalu Sintren dimasukan ke dalam sebuah carangan (kurungan) yang ditutup kain, setelah sebelumnya diberi bekal pakaian pengganti. Gamelan terus menggema, dua orang yang disebut sebagai pawang tak henti-hentinya membaca do?dengan asap kemenyan mengepul. Juru kawih terus berulang-ulang nembang :

Gulung gulung kasa
Ana sintren masih turu
Wong nontone buru-buru
Ana sintren masih baru

Yang artinya menggambarkan kondisi sintren dalam kurungan yang masih dalam keadaan tidur. Namun begitu kurungan dibuka, sang Sintren sudah berganti dengan pakaian yang serba bagus layaknya pakaian yang biasa digunakan untuk menari topeng, ditambah lagi sang Sintren memakai kaca mata hitam.

Sintren kemudian menari secara monoton, para penonton yang berdesak-desakan mulai melempari Sintren dengan uang logam, dan begitu uang logam mengenai tubuhnya, maka Sintren akan jatuh pingsan. Sintren akan sadar kenbali dan menari setelah diberi jampi-jampi oleh pawang.

Secara monoton sintren terus menari dan penonton pun beruhasa melempar dengan uang logam dengan harapan Sintren akan pingsan. Disinilah salah satu inti seni Sintren ”Ndak tahu ya, pokoknya kalau ada yang ngelempar dengan uang logam dan kena tubuh Sintren pasti pingsan, sudah dari sononya sih pak, mengkonon yang mengkonon,” ujar seorang pawang,

Ketika hal ini ditanyakan pada Sintrennya, usai pertunjukan, mengaku tidak sadarkan diri apa yang ia perbuat diatas panggung, meskipun sesekali terasa juga tubuhnya ada yang melempar dengan benda kecil.

Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang Sintren berada dibawah alam sadarnya atau hanya sekedar untuk lebih optimal dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Seorang mantan Sintren yang enggan disebut namanya mengatakan, ia pernah jadi Sintren dan benar-benar sadar apa yang dia lakukan di atas panggung, namun lantaran tuntutan pertunjukan maka adegan pingsan harus ia lakukan.

Pada Festival Budaya kesenian Sintren sempat dipentaskan di lapangan terbuka Pertunjukan benar-benar menjadi perhatian masyarakat setempat, publik seni dan para pengamat seni. Konon Sintren akan dipentaskan sepanjang Festival berlangsung

Kesenian Sintren merupakan warisan tradisi rakyat pesisiran yang harus dipelihara, mengingat nilai-nilai budaya yang kuat di dalamnya, terlepas dari apakah pengaruh majis ada di dalamnya atau tidak. Sintren menambah daftar panjang kekayaan khasanah budaya sebagai warisan tradisi nenek moyang kita.


Di sisi lain tentu hal ini merupakan perkembangan yang bagus, namun di sisi lain juga hal ini tantangan berat bagi pewaris Sintren untuk tetap menjaga orsinilitasnya.

Sumber : pikiran-rakyat.com

Jumat, 23 April 2010

SENI SANDUR

Arti sandur
Sandur menurut bahasa kita sehari-hari adalah bertani. Sandur ini pada zaman sekarang adalah hiburan rakyat yang bersifat humor dan lucu juga menceritakan bagai mana susahya hidup pada jaman dahulu , tetapi banyak generasi muda kita yang tidak tahu bahkan lupa pada seni kebudayaan yang kita miliki sendiri.Seni sandur namanya mulai menghilang karena kemajuan teknologi seperti radio dan televise karena orang lebih suka mendengarkan radio atau menonton televisi
Ciri-ciri
Seni sandur dalam memainkanya memiliki ciri-ciri 4-5 meter tanah yang diberi pembatas yang berbentuk persegi ,dimana 4 (empat) sisinya di isi oleh tokoh-tokoh yang bernama waktangsil,balong ,germo/dukun,pethak dan bagian tengahya di isi pengiring lagu yang bertugas menyanyikan lagu tsb alat musik sandur yang palin penting adalah gendang dan bumbong dimana bumbong ini terbuat dari bambu yang besar dan diberi lubang di bagian tertentu dan di isi air didalamya, cara memainkanya dengan cara di tiup dan menghasilkan bunyi bum..
Cerita sandur
Dalam seni sandur ini sebenarya menceritakan tentang kehidupan seseorang yang bernama pethak pada zaman dahulu. Ia miskin dan tidak mempunyai orang tua tetapi ingin mempuyai tanah sendiri .Suatu hari ia ingin mempuyai pekerjaan orang zaman dahulu pada waktu melakukan pekerjaan selalu membaca doa dalam bahasa jawa “sumeleyah ayo budhal ngolek ngengeran”yang artinya bismilah mari berangkat mencari pekerjaan “
Pethak mencari pekerjaan ke salah satu seseorang yang bernama germo (dukun).pethak pun bertanya apakah ada pekerjaan untuk saya germo pun menjawap ada yaitu mencabut greng (sekelompok bambu), sampai akar-akarya.
pethak “itu terlalu berat untuk ku”lalu meningalkanya dan mencari orang lain,kemudian bertemu dengan orang yang bernama waktangsel ,pethak pun ditawarkanya untuk megangkat cikar dan sapinya pethak agi-lagi tidak mampu untuk melakukan pekerjaan yang di tawarkan kepadanya.kemudian ia berlari dan menangis bertemulah pethak dengan balong yang kemudian menawari pethak pekerjaan balong berkata”aku golekno alas seng lemu”yang artinya "saya carika hutan yang lebat”.mencari hutan yang lebat maksudya membuka hutan / menebang hutan untuk dibuat sawah karena pada zaman dahulu jawa masih dikelilingi hutan dan semak-semak yang lebat dan terkenal dengan hal-hal mistis.tetapi petak menjawat saya tidak punya cangkul dan sabit,ia pun menemui germo dan waktangsel tetapi hanyawaktangsel yang mempunyai cangkul dan sabit tersebut.disuruhya pethak oleh waktangsel untuk babat/memotong semak-semak atau pepohonan kecil dan obong-obong /bakar-bakar .
Pertama-tama ia melakukan pekerjaanya yaitu memotong semak-semak.orang jawa dulu selalu mengawali dengan doa-doa tertentu pethak pun berdoa “neat enson tratas-tratas pethak balong mbabat alas tuwo, setan ora doyan gendruwo ora nyuwowo, demit ora njiwet, bis kolas kalis anae wak tangsel podo mendelis” yang artinya saya niat menerjang , pethak balong babat hutan tua setan tidak mau makan,gendruwo (sejenis hantu ) tidak nyuwowo ,demit tidak nyubit , bis kolas kalis (doa tertentu yang tidak mempunyai arti ) anakya waktangsel pada mendelis.
Melakukan pekerjaan keduanya pethak tidak begitu mudah untuk melakukan pekerjaanya itu.yaitu membakar sisa-sisa potongan semak-semak tersebut tetapi tiba-tiba balong lari karena melihat begejil (sejenis setan) yang banyak kemudian ia lari untuk menemui balong dan disuruhya membawa menyan,pisang dan kudu dan sampai sekarang masih digunakan didaerah daerah di desa sukorejo.mungkin bahkan juga masih digunakan di daerah daerah lain biasanya orang menyebutya (pojoan) atau yang ditaruh di pinggir sawah pada waktu akan mengarap sawah

Cerita yang saya tulis hanya sampai dengan membakar sisa-sisa semak yang telah di bersihkan,masih ada pengarapan,pemanenan sawah yang juga memiliki doa tersendiri dan cerita yang belum pernah kita ketahui.saya masih mencari informasi tentang sandur lebih lanjut.

SEJARAH FOTOGRAFI

Sejarah Fotografi


Sejarah fotografi bermula jauh sebelum Masehi. Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang menyadari fenomena camera obscura.
Beberapa abad kemudian, banyak orang yang menyadari serta mengagumi fenomena ini, beberapa diantaranya yaitu Aristoteles pada abad ke-3 SM dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 SM, dan kemudian berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang sekarang dikenal sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan Italia, Giambattista della Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar (Bachtiar: 10).
Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 21), nama camera obscura diciptakan oleh Johannes Keppler pada tahun 1611:
“By the great Johannes Keppler has designed a portable camera constructed as a tent, and finaly give a device a name that stuck: camera obscura… The interior of the tent was dark except for the light admitted by a lens, which foucussed the image of the scene outside onto a piece of paper.” (Pada tahun 1611 Johannes Keppler membuat desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan akhirnya memberi nama alat tersebut sebuah nama yang terkenal hingga kini: camera obscura… Keadaan dalam tenda tersebut sangat gelap kecuali sedikit cahaya yang ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di atas selembar kertas).

Pada awal abad ke-17 seorang ilmuwan berkebangsaan Italia bernama Angelo Sala menemukan, bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Demikian pula Professor anatomi berkebangsaan Jerman, Johan Heinrich Schulse, pada 17127 melakukan percobaan dan membuktikan bahwa menghitamkan pelat chloride perak yang disebabkan oleh cahaya dan bukan oleh panas merupakan sebuah fenomena yang telah diketahui sejak abad ke-16 bahkan mungkin lebih awal lagi. Ia mendemonstrasikan fakta tersebut dengan menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak; saying ia gagal mempertahankan gambar secara permanent.
Kemudian sekitar tahun 1800, seorang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Wedgwood, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra pada camera obscura berlensa (pada masa itu camera obscura lazimnya pinhole camera yang hanya menggunakan lubang kecil untuk cahaya masuknya), tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schulse, membuat gambar-gambar negatif (sekarang dikenal dengan istilah fotogram) dengan cahaya matahari, pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak.
Sementara itu di Inggirs, Humphrey Davy melakukan percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama dengan Schulse. Pelatnya dengan cepat berubah menjadi hitam walaupun sudah berhasil menangkap imaji melalui camera obscura tanpa lensa.
Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamrnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanent. Kemudian ia pun mencoba menggunakan kamera obscura berlensa, proses yang disebut ”heliogravure” pada tahun 1826 inilah yang akhirnya menjadi sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.
Merasa kurang puas, tahun 1827 Niepce mendatangi desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) untuk mengajaknya berkolaborasi. Dan jauh sebelum eksperimen Niepce dan Daguerre berhasil, mereka pernah meramalkan bahwa: “fotografi akan menjadi seni termuda yang dilahirkan zaman.”
Sayang, sebelum menunjukkan hasil yang optimal, Niepce meninggal dunia. Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat foto yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir suling.

Fotografi mulai tercatat resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Pada tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.
Januari 1839, penemu fotografi dengan menggunakan proses kimia pada pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan tetapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan.
Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 22), arsitek utama dunia fotografi modern adalah seorang pengusaha, yaitu George Eastman. Melalui perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia fotografi melalui perbaikan lensa, shutter, film dan kertas foto.
Tahun 1950 mulai digunakan prisma untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR), dan pada tahun yang sama Jepang mulai memasuki dunia fotografi dengan produksi kamera NIKON. Tahun 1972 mulai dipasarkan kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin Land. Kamera Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan pencetakan film.
Kemajuan teknologi turut memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.

Kronologi perkembangan fotografi dimulai dengan:


Foto Heliografi dengan subyek pemandangan yang pertama dibuat oleh Joseph Nicéphore Niépce pada tahun 1826.[1]


Boulevard du Temple, foto Daguerreotype pertama yang dibuat oleh Daguerre pada sekitar tahun 1838-1839


Citra berwarna yang pertama, Maxwell, 1861


Foto berwarna yang pertama dibuat oleh Louis Ducos du Hauron pada tahun 1877.


High speed photography, Muybridge, 1878


Citra hasil pemindaian komputer digital, 1957
• 1822 – Joseph Nicéphore Niépce membuat foto Heliografi yang pertama dengan subyek Paus Pius VII, menggunakan proses heliografik. Salah satu foto yang bertahan hingga sekarang dibuat pada tahun 1825.[1]
• 1826 – Joseph Nicéphore Niépce membuat foto pemandangan yang pertama,[1] yang dibuat dengan pajanan selama 8 jam.
• 1835 – William Henry Fox Talbot menemukan proses fotografi yang baru.
• 1839 – Louis Daguerre mematenkan daguerreotype.
• 1839 – William Henry Fox Talbot menemukan proses positif/negatif yang disebut Tabotype.
• 1839 – John Herschel menemukan film negatif dengan larutan Sodium thiosulfate/hyposulfite of soda yang disebut hypo atau fixer.
• 1851 – Frederick Scott Archer memperkenalkan proses koloid.
• 1854 – André Adolphe Eugène Disdéri memperkenalkan rotating camera yang dapat merekam 8 citra berbeda dalam satu film. Setelah hasilnya dicetak di atas kertas albumen, citra tersebut dipotong menjadi 8 bagian terpisah dan direkatkan pada lembaran kartu. Kartu ini menjadi inspirasi penyebutan (fr:carte de visite, bahasa Inggris:visiting card)
• 1861 – Foto berwarna yang pertama diperkenalkan James Clerk Maxwell.
• 1868 – Louis Ducos du Hauron mematenkan metode subtractive color photography.
• 1871 – Richard Maddox menemukan film fotografis dari emulsi gelatin.
• 1876 – F. Hurter & V. C. Driffield memulai evaluasi sistematis pada kepekaan emulsi fotografis yang kemudian dikenal dengan istilah sensitometri.
• 1878 – Eadweard Muybridge membuat sebuah foto high-speed photographic dari seekor kuda yang berlari.
• 1887 – Film Seluloid yang pertama diperkenalkan.
• 1888 – Kodak memasarkan box camera n°1, kamera easy-to-use yang pertama.
• 1887 – Gabriel Lippmann menemukan reproduksi warna pada foto.
• 1891 – Thomas Alva Edison mematenkan kamera kinetoskopis (motion pictures).
• 1895 – Auguste and Louis Lumière menemukan cinématographe.
• 1898 – Kodak memperkenalkan produk kamera folding Pocket Kodak.
• 1900 – Kodak memperkenalkan produk kamera Brownie.
• 1901 – Kodak memperkenalkan 120 film.
• 1902 – Arthur Korn membuat teknologi phototelegraphy;; yang mengubah citra menjadi sinyal yang dapat ditransmisikan melalui kabel. Wire-Photos digunakan luas di daratan Eropa pada tahun 1910 dan transmisi antarbenua dimulai sejak 1922.
• 1907 – Autochrome Lumière merupakan pemasaran proses fotografi berwarna yang pertama.
• 1912 – Vest Pocket Kodak menggunakan 127 film.
• 1913 – Kinemacolor, sebuah sistem "natural color" untuk penayangan komersial, ditemukan.
• 1914 – Kodak memperkenalkan sistem autographic film.
• 1920s – Yasujiro Niwa menemukan peralatan untuk transmisi phototelegraphic melalui gelombang radio.
• 1923 – Doc Harold Edgerton menemukan xenon flash lamp dan strobe photography.
• 1925 – Leica memperkenalkan format film 35mm pada still photography.
• 1932 – Tayangan berwarna pertama dari Technicolor bertajuk Flowers and Trees dibuat oleh Disney.
• 1934 – The 135 film cartridge was introduced, making 35mm easy to use.
• 1936 – IHAGEE membuat Ihagee Kine Exakta 1. Kamera SLR 35mm yang pertama.
• 1936 – Kodachrome mengembangkan multi-layered reversal color film yang pertama.
• 1937 – Agfacolor-Neu mengembangkan reversal color film.
• 1939 – Agfacolor membuat "print" film modern yang pertama dengan materi warna positif/negatif.
• 1939 – View-Master memperkenalkan kamera stereo viewer.
• 1942 – Kodacolor memasarkan "print" film Kodak yang pertama.
• 1947 – Dennis Gabor menemukan holography.
• 1947 – Harold Edgerton mengembangkan rapatronic camera untuk pemerintah Amerika Serikat.
• 1948 – Kamera Hasselblad mulai dipasarkan.
• 1948 – Edwin H. Land membuat kamera instan yang pertama dengan merk Polaroid.
• 1952 – Era 3-D film dimulai.
• 1954 – Leica M diperkenalkan.
• 1957 – Asahi Pentax memperkenalkan kamera SLRnya yang pertama.
• 1957 – Citra digital yang pertama dibuat dengan komputer oleh Russell Kirsch di U.S. National Bureau of Standards (sekarang bernama National Institute of Standards and Technology, NIST). [2]
• 1959 – Nikon F diperkenalkan.
• 1959 – AGFA memperkenalkan kamera otomatis yang pertama, Optima.
• 1963 – Kodak memperkenalkan Instamatic.
• 1964 – Kamera Pentax Spotmatic SLR diperkenalkan.
• 1973 – Fairchild Semiconductor memproduksi sensor CCD skala besar yang terdiri dari 100 baris dan 100 kolom.
• 1975 – Bryce Bayer dari Kodak mengembangkan pola mosaic filter Bayer untuk CCD color image sensor.
• 1986 – Ilmuwan Kodak menemukan sensor dengan kapasitas megapiksel yang pertama.
• 2005 – AgfaPhoto menyatakan bangkrut. Produksi film konsumen bermerk Agfa terhenti.
• 2006 – Dalsa membuat sensor CCD dengan kapasitas 111 megapixel, yang terbesar saat itu.
• 2008 – Polaroid mengumumkan penghentian semua produksi produk film instan berkaitan dengan semakin berkembangnya teknologi citra digital.
• 2009 - Kodak mengumumkan penghentian film Kodachrome.[2]

Dalam buku “The History of Photography” karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang lelaki berkebangsaan Cina bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala fotografi. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu pemandangan yang ada di luar akan terefleksikan secara terbalik lewat lubang tadi.

Selang beberapa abad kemudian, banyak ilmuwan menyadari serta mengagumi fenomena pinhole tadi. Bahkan pada abad ke-3 SM, Aristoteles mencoba menjabarkan fenomena pinhole tadi dengan segala ide yang ia miliki, lalu memperkenalkannya kepada kyalayak ramai. Aristoteles merentangkan kulit yang diberi lubang kecil, lalu digelar di atas tanah dan memberinya jarak untuk menangkap bayangan matahari. Dalam eksperimennya itu, cahaya dapat menembus dan memantul di atas tanah sehingga gerhana matahari dapat diamati. Khalayak pun dibuat terperangah.

Selanjutnya, pada abad ke-10 Masehi, seorang ilmuwan muslim asal Irak yang bernama Ibnu Al-Haitham juga menemukan prinsip kerja kamera seperti yang ditemukan Mo Ti. Ia pun mulai meneliti berbagai ragam fenomena cahaya, termasuk sistem penglihatan manusia. Lalu, Haitham bersama muridnya, Kamal ad-Din, untuk pertama kali memperkenalkan fenomena obscura kepada orang-orang di sekelilingnya. Waktu itu, obscura yang ia maksud adalah sebuah ruangan tertutup yang di salah satu sisinya terdapat sebuah lubang kecil sehingga seberkas cahaya dapat masuk dan membuat bayangan dari benda-benda yang ada di depannya. Tak heran, pada abad ke-11 M, orang-orang Arab sudah memakainya sebagai hiburan dengan menjadikan tenda mereka sebagai kamera obscura.

Kemudian kamera obscura mulai diteliti lagi oleh Leonardo da Vinci, seorang pelukis dan ilmuwan, pada akhir abad ke-15. Ia menggambar rincian sistem kerja alat yang menjadi asal muasal kata "kamera" itu dan mulai menyempurnakannya. Pada mulanya kamera ini tidak begitu diminati karena cahaya yang masuk amat sedikit, sehingga bayangan yang terbentuk pun samar-samar. Penggunaan kamera ini baru populer setelah lensa ditemukan pada tahun 1550. Dengan lensa pada kamera ini, maka cahaya yang masuk ke kamera dapat diperbanyak, dan gambar dapat dipusatkan sehingga menjadi lebih sempurna.

Pada tahun 1575, para ilmuwan berhasil membuat kamera portable yang pertama. Tapi kamera buatan yang sangat kuno ini tetap hanya bisa digunakan untuk menggambar. Lalu pada tahun 1680 lahir kamera refleks pertama yang penggunaannya juga masih untuk menggambar, tapi sudah memiliki sedikit kemajuan. Tapi, lantaran bahan baku untuk mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa belum ditemukan, maka kamera ini juga masih dipakai untuk mempermudah proses penggambaran benda.


Joseph Nicephore Niepce

Sejarah penemuan film baru dimulai pada tahun 1826. Joseph Nicephore Niepce, seorang veteran Perancis, bereksperimen menggunakan kamera obscura dan plat logam yang dilapisi bahan aspal untuk mengabadikan gambar sebuah obyek. Setelah 8 jam mengekspos pemandangan dari jendela kamarnya melalui proses “Heliogravure”, ia berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur dan mempertahankan gambar secara permanen. Keberhasilannya itu dianggap sebagai awal dari sejarah fotografi. Gambar yang dibuat oleh Niepce itu diberi judul “View from The Window at Le Gras” dan menjadi foto pertama yang pernah ada di dunia.
Kalau nama Niepce tercatat sebagai fotografer pertama yang mengabadikan sebuah gambar, Louis J.M. Daguerre adalah orang yang pertama kali membuat foto yang di dalamnya terdapat sosok manusia. Pada foto yang diambil dari jarak jauh di tahun 1839 itu, tampak seseorang lelaki sedang berdiri dan mengangkat salah satu kaki saat sepatunya sedang dibersihkan oleh orang lain di pinggir sebuah jalan raya.
Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin, lalu disinari selama satu setengah jam dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut “daguerreotype”. Untuk membuat gambar permanen, pelat itu dicuci dengan larutan garam dapur dan air suling.

Percobaan-demi percobaan terus berlanjut, sampai akhirnya William Henry Talbott dari Inggris pada 25 Januari 1839 memperkenalkan “lukisan fotografi” yang juga menggunakan kamera obscura, tapi ia membuat foto positifnya pada sehelai kertas chlorida perak. Kemudian, pada tahun yang sama Talbot menemukan cikal bakal film negatif modern yang terbuat dari lembar kertas beremulsi, yang bisa digunakan untuk mencetak foto dengan cara “contact print”. Teknik ini juga bisa digunakan untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini disebut Calotype yang kemudian dikembangkan menjadi Talbotypes. Untuk menghasilkan gambar positif, Talbot menggunakan proses Saltprint. Gambar dengan film negatif pertama yang dibuat Talbot pada Agustus 1835 adalah pemandangan pintu perpustakaan di rumahnya di Hacock Abbey, Wiltshire, Inggris.

Penemuan-penemuan teknologi pun semakin bermunculan seiring dengan masuknya fotografi ke dunia jurnalistik. Tapi, lantaran orang-orang jurnalistik belum bisa memasukkan foto ke dalam proses cetak, mereka menyalin foto yang ada dengan menggambarnya memakai tangan. Surat kabar pertama yang memuat gambar dengan teknik ini adalah The Daily Graphic, yakni pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar itu adalah sebuah peristiwa kebakaran.

Kemudian, ditemukanlah proses cetak “half tone” pada tahun 1880 yang memungkinkan foto dimasukkan ke dalam surat kabar. Foto paling pertama yang ada di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar “New York Daily Graphic” di Amerika Serikat pada tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton.

Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 22), arsitek utama dunia fotografi modern adalah seorang pengusaha bernama George Eastman. Melalui perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis. Saat itu, dunia fotografi sudah mengenal perbaikan lensa, shutter, film, dan kertas foto. Penemuan-penemuan tersebut telah mempermudah orang mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa dan mereproduksinya. Dengan demikian, para fotografer, baik amatir maupun profesional, bisa menghasilkan suatu karya seni tinggi tanpa terhalang oleh keterbatasan teknologi.

Pada Tahun 1900 seorang juru gambar telah menciptakan kamera Mammoth. Ukuran kamera ini amat besar. Beratnya 1,400 pon, sedangkan lensanya memiliki berat 500 pon. Untuk mengoperasikan atau memindahkannya, sang fotografer membutuhkan bantuan 15 orang. Kamera ini menggunakan film sebesar 4,5 x 8 kaki dan membutuhkan bahan kimia sebanyak 10 galon ketika memprosesnya.
Orang paling pertama yang ada di foto sejak kamera dibuat.
Lalu, pada tahun 1950, pemakaian prisma untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR) mulai ramai. Dan di tahun yang sama, Jepang mulai memasuki dunia fotografi dengan memproduksi kamera NIKON. Di tahun 1972, kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin Land mulai dipasarkan. Kamera Polaroid ini mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan pencetakan film.
Kemajuan teknologi turut memacu fotografi dengan sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.


Sejarah Fotografi di Indonesia

Perkembangan fotografi di Indonesia selalu berkaitan dan mengalir bersama momentum sosial-politik perjalanan bangsa ini, mulai dari momentum perubahan kebijakan politik kolonial, revolusi kemerdekaan, ledakan ekonomi di awal 1980-an, sampai Reformasi 1998.

Pada tahun 1841, seorang pegawai kesehatan Belanda bernama Juriaan Munich mendapat perintah dari Kementerian Kolonial untuk mendarat di Batavia dengan membawa dauguerreotype. Munich diberi tugas mengabadikan tanaman-tanaman serta kondisi alam yang ada di Indonesia sebagai cara untuk mendapatkan informasi seputar kondisi alam. Sejak saat itu, kamera menjadi bagian dari teknologi modern yang dipakai Pemerintah Belanda untuk menjalankan kebijakan barunya. Penguasaan dan kontrol terhadap tanah jajahan tidak lagi dilakukan dengan membangun benteng pertahanan atau penempatan pasukan dan meriam, melainkan dengan cara menguasai teknologi transportasi dan komunikasi modern. Dalam kerangka ini, fotografi menjalankan fungsinya lewat pekerja administratif kolonial, pegawai pengadilan, opsir militer, dan misionaris.

Latar itulah yang menjelaskan mengapa selama 100 tahun keberadaan fotografi di Indonesia (1841-1941) penguasaan alat ini secara eksklusif ada di tangan orang Eropa, sedikit orang Cina, dan Jepang. Berdasarkan survei dan hasil riset di studio foto-foto komersial di Hindia Belanda tentang foto-foto yang ada sejak tahun 1850 hingga 1940, dari 540 studio foto di 75 kota besar dan kecil, terdapat 315 nama orang Eropa, 186 orang Cina, 45 orang Jepang, dan hanya empat orang lokal Indonesia, salah satunya adalah Kasian Cephas.

Kasian Cephas adalah warga lokal asli. Ia dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1844 di Yogyakarta. Cephas sebenarnya adalah asli pribumi yang kemudian diangkat sebagai anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta philipina Kreeft, lalu disekolahkan ke Belanda. Cephas-lah yang pertama kali mengenalkan dunia fotografi ke Indonesia. Meski demikian, literatur-literatur sejarah Indonesia sangat jarang menyebut namanya sebagai pribumi pertama yang berkarir sebagai fotografer profesional. Nama Kassian Cephas mulai terlacak dengan karya fotografi tertuanya buatan tahun 1875.

Dibutuhkan waktu hampir seratus tahun bagi bangsa ini untuk benar-benar mengenal dunia fotografi. Masuknya Jepang pada tahun 1942 telah menciptakan kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menyerap teknologi ini. Demi kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih orang Indonesia menjadi fotografer untuk bekerja di kantor berita mereka, Domei. Pada saat itulah muncul nama Mendur Bersaudara. Merekalah yang membentuk imaji baru tentang bangsa Indonesia.

Lewat fotografi, Mendur bersaudara berusaha menggiring mental bangsa ini menjadi bermental sama tinggi dan sederajat. Frans Mendur bersama kakaknya, Alex Mendur, juga menjadi icon bagi dunia fotografer nasional. Mereka kerap merekam peristiwa-peristiwa penting bagi negeri ini, salah satunya adalah mengabadikan detik-detik pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Inilah momentum ketika fotografi benar-benar "sampai" ke Indonesia, ketika kamera berpindah tangan dan orang Indonesia mulai merepresentasikan dirinya sendiri.
Dalam buku “The History of Photography” karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang lelaki berkebangsaan Cina bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala fotografi. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu pemandangan yang ada di luar akan terefleksikan secara terbalik lewat lubang tadi.

Selang beberapa abad kemudian, banyak ilmuwan menyadari serta mengagumi fenomena pinhole tadi. Bahkan pada abad ke-3 SM, Aristoteles mencoba menjabarkan fenomena pinhole tadi dengan segala ide yang ia miliki, lalu memperkenalkannya kepada kyalayak ramai. Aristoteles merentangkan kulit yang diberi lubang kecil, lalu digelar di atas tanah dan memberinya jarak untuk menangkap bayangan matahari. Dalam eksperimennya itu, cahaya dapat menembus dan memantul di atas tanah sehingga gerhana matahari dapat diamati. Khalayak pun dibuat terperangah.

Selanjutnya, pada abad ke-10 Masehi, seorang ilmuwan muslim asal Irak yang bernama Ibnu Al-Haitham juga menemukan prinsip kerja kamera seperti yang ditemukan Mo Ti. Ia pun mulai meneliti berbagai ragam fenomena cahaya, termasuk sistem penglihatan manusia. Lalu, Haitham bersama muridnya, Kamal ad-Din, untuk pertama kali memperkenalkan fenomena obscura kepada orang-orang di sekelilingnya. Waktu itu, obscura yang ia maksud adalah sebuah ruangan tertutup yang di salah satu sisinya terdapat sebuah lubang kecil sehingga seberkas cahaya dapat masuk dan membuat bayangan dari benda-benda yang ada di depannya. Tak heran, pada abad ke-11 M, orang-orang Arab sudah memakainya sebagai hiburan dengan menjadikan tenda mereka sebagai kamera obscura.

Kemudian kamera obscura mulai diteliti lagi oleh Leonardo da Vinci, seorang pelukis dan ilmuwan, pada akhir abad ke-15. Ia menggambar rincian sistem kerja alat yang menjadi asal muasal kata "kamera" itu dan mulai menyempurnakannya. Pada mulanya kamera ini tidak begitu diminati karena cahaya yang masuk amat sedikit, sehingga bayangan yang terbentuk pun samar-samar. Penggunaan kamera ini baru populer setelah lensa ditemukan pada tahun 1550. Dengan lensa pada kamera ini, maka cahaya yang masuk ke kamera dapat diperbanyak, dan gambar dapat dipusatkan sehingga menjadi lebih sempurna.

Pada tahun 1575, para ilmuwan berhasil membuat kamera portable yang pertama. Tapi kamera buatan yang sangat kuno ini tetap hanya bisa digunakan untuk menggambar. Lalu pada tahun 1680 lahir kamera refleks pertama yang penggunaannya juga masih untuk menggambar, tapi sudah memiliki sedikit kemajuan. Tapi, lantaran bahan baku untuk mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa belum ditemukan, maka kamera ini juga masih dipakai untuk mempermudah proses penggambaran benda.